Sabtu, 03 Mei 2014

makalah guru berprestasi



BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG MASALAH

Saat ini profesi guru tengah banyak disorot oleh masyarakat kita dibanding profesi lainnya. Di masyarakat luas, guru telah dianggap sebagai ujung tombak proses pendidikan. Oleh karena itu, baik atau buruk kualitas pendidikan di negeri ini selalu disangkutpautkan terutama dengan guru.  Secara formal guru adalah  seseorang yang diangkat secara resmi oleh pemerintah atau lembaga swasta. Mereka diangkat dengan sebuah surat keputusan yang memberikan tugas dan fungsi yang melekat padanya di suatu lembaga atau jenjang pendidikan tertentu.  Perjalanan sejarah karier guru yang ada di sekitar kita tampaknya mempunyai jalur yang bervariasi. Tidak sedikit guru yang kariernya dengan mudah melesat naik. Banyak guru kita saksikan sukses hingga menjadi anggota dewan perwakilan rakyat, kepala dinas, bupati, walikota, gubernur, atau bahkan mungkin menduduki jabatan-jabatan lain yang lebih tinggi. Ada banyak guru yang sejak mulai menjadi guru telah menunjukkan optimisme yang tinggi dalam berkarya. Guru-guru ini berkembang menjadi guru inti, instruktur, hingga akhirnya dikirim belajar ke jenjang yang lebih tinggi bahkan tidak sedikit yang dikirim ke luar negeri.
Sayangnya, banyak pula kenyataan di lapangan kita temui, guru-guru masih mengalami berbagai kendala dalam mengembangkan diri dan kariernya. Kondisi mereka cukup memprihatinkan. Mereka mengajar sambil terpaksa melakukan pekerjaan lainnya untuk menutupi kebutuhan ekonomi. Mereka bahkan hampir tidak mampu membiayai pendidikan anak-anak mereka sendiri. Tentu saja besaran gaji bukanlah satu-satunya faktor yang berpengaruh terhadap kinerja profesional guru. Ada banyak faktor lain seperti rasa pengabdian, kecintaan terhadap profesi, kebiasaan melakukan refleksi diri, hingga semangat untuk terus belajar sepanjang hayat juga mempengaruhi kinerja mereka. Akan tetapi kesejahteraan tetap signifikan berdampak pada kualitas kinerja guru. Karena itu, sudah sepantasnyalah guru-guru profesional yang kompeten dan berprestasi di bidangnya layak mendapatkan apa yang seharusnya menjadi hak mereka.
B.      RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dibuat sejumlah rumusan masalah, yaitu sebagai berikut:
1.       Bagaimana pengabdian seorang guru dapat membawanya menjadi guru profesional / guru yang kompeten?
2.       Apa saja yang selanjutnya harus dilakukan seorang guru yang telah memberikan pengabdiannya sehingga ia dapat menjadi seorang guru profesional?
3.       Bagaimana hubungan motivasi pada diri guru profesional sehingga ia bisa menjadi seorang guru yang berprestasi?

C.      TUJUAN PENULISAN

Secara umum makalah ini bertujuan menjelaskan bahwa profesi guru adalah sebuah pengabdian, yang pada gilirannya pengabdian tersebut akan mengantarkan guru menjadi guru yang benar-benar profesional dan berprestasi.
Secara khusus makalah ini bertujuan untuk menjelaskan tentang hal-hal berikut:
1.    Pengabdian yang dilakukan oleh seorang guru dalam kaitannya dengan pengembangan profesinya.
2.      Hal-hal yang selanjutnya harus dilakukan seorang guru yang telah memberikan pengabdiannya sehingga dapat menjadi seorang guru profesional.
3.      Hubungan motivasi pada diri guru profesional sehingga ia bisa menjadi seorang guru yang berprestasi.

D.      MANFAAT PENULISAN

Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini antara lain sebagai berikut:
       1.       Menggugah guru yang membacanya untuk mengabdikan diri secara tulus pada profesinya.
2.       Menjadi salah satu sarana untuk mengajak guru agar selalu meningkatkan kompetensinya sehingga dapat menjadi guru yang profesional dan berprestasi.
3.       Menjadi sebuah wadah bagi penulis untuk menuangkan ide-ide yang dimilikinya sebagai salah satu bentuk aktualisasi diri, perwujudan sebuah pengabdian dan kecintaan terhadap profesi guru untuk dibagikan kepada pembaca.


























BAB II
PEMBAHASAN

A.           MENJADI GURU ADALAH SEBUAH PENGABDIAN

Banyak definisi yang telah dirumuskan oleh para ahli mengenai apa itu ‘guru’. Salah satunya seperti pendapat Suparlan, 2005: 12 yang menyebutkan bahwa guru adalah orang yang tugasnya terkait dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dalam semua aspeknya, baik spiritual, emosional, fisikal, intelektual, maupun aspek-aspek lainnya.
Jika kita menilik definisi di atas secara seksama maka kita akan menyadari betapa mulianya tugas seorang guru. Ia adalah sosok yang mempunyai tugas yang sangat penting, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Tugas ini bukan tugas yang ringan, karena ‘mencerdaskan kehidupan bangsa’ di sini meliputi semua aspek kehidupan di antaranya aspek spiritual, aspek emosional, aspek fisikal, aspek intelektual, maupun aspek-aspek lainnya. Tugas penting dan tidak ringan tersebut umumnya kita dapati di lapangan, telah dilakukan guru dengan penuh perasaan cinta, tanggung jawab, dan keikhlasan. Mereka melakukan pekerjaannya sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat, bangsa, dan negara. Guru melakukannya tanpa paksaan dan tanpa tekanan rasa ketakutan. Apabila ada seorang guru yang melakukan tugasnya bukan karena rasa pengabdian tetapi karena keterpaksaan atau karena tekanan rasa ketakutan, maka guru itu sesungguhnya bukanlah seorang ‘guru’. Ia tidak akan dapat memberikan kontribusi bagi tujuan mulia pendidikan, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pengabdian seorang guru seringkali bukanlah hal yang mudah dilakukan. Pengabdian seorang guru bahkan kadang-kadang harus diikuti dengan pengorbanan besar. Banyak guru yang mengabdi di tempat-tempat yang terpencil: jauh di puncak-puncak pegunungan, di pulau-pulau kecil di tengah lautan, hingga di antara masyarakat yang masih terasing dari peradaban modern. Banyak guru yang mengabdi di daerah-daerah rawan konflik yang tentu saja dapat membahayakan keselamatan jiwanya dan keluarganya. Acapkali pula demi pengabdiannya, banyak guru terpisah jauh dari keluarga karena harus tinggal di daerah-daerah yang sarana tranpsortasi dan komunikasinya masih sangat sulit dan minim. Banyak guru yang mengabdi tanpa terlalu memperhitungkan besaran gaji yang akan mereka terima. Kita tahu, masih banyak guru-guru non-PNS yang gajinya bahkan sangat jauh di bawah UMR (Upah Minimum Regional) buruh. Lalu, jika pilihan hidup untuk mengabdi sebagai seorang guru bukanlah jalan yang mudah dan mulus untuk dilalui, mengapa hingga sekarang masih banyak orang-orang yang melakukannya? Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus kembali memahami makna sebuah pengabdian.
Pilihan hidup menjadi seorang guru apabila dilakukan dengan tulus ikhlas dan rasa cinta, maka akan membawa seseorang kepada kebahagiaan yang tentu tidak dapat dinilai dengan materi. Inilah modal terbesar yang akan membawa seseorang pada kesuksesan dalam menjalani profesi sebagai seorang guru: pengabdian. Apabila seorang “guru” tidak memiliki rasa pengabdian yang tulus di dalam dirinya, maka “guru” itu tidak akan dapat bertahan pada profesinya, dan ia bukanlah seorang guru yang sebenarnya.

B.            GURU YANG KOMPETEN DAN BERPRESTASI

Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya dalam tulisan ini, bahwa guru yang memiliki rasa pengabdian yang tulus di dalam dirinya, maka ia telah memiliki modal terbesar untuk menjadi guru yang kompeten dan berprestasi. Pertanyaan berikutnya adalah; Hal-hal apa sajakah yang harus dilakukan oleh seorang guru yang telah mempunyai rasa pengabdian yang tulus ini agar ia dapat menjadi seorang guru yang kompeten dan berprestasi? Modal dasar berupa rasa pengabdian yang tulus apabila ditambah dengan kompetensi yang wajib dimiliki seorang guru agar dapat melaksanakan tugas dan fungsinya akan membentuk guru yang kompeten.
Guru yang berkompeten adalah guru yang memiliki kompetensi-mutlak untuk menjadi seorang guru. Kompetensi-kompetensi guru ini diperoleh melalui proses belajar sepanjang hayat. Agar proses belajar sepanjang hayat yang dilakukan guru dapat efektif, maka ia juga harus membiasakan diri berpikir reflektif. Kebiasaan berpikir reflektif memungkinkan guru mengetahui potensi yang dimilikinya untuk mengembangkan diri, selain juga mengetahui kompetensi yang telah dan belum dimilikinya saat ini. Di samping itu, sifat kreatif dan inovatif juga sangat penting dimiliki oleh seorang guru. Melalui sifat ini guru akan menjadi uswah (teladan) yang pantas untuk dicontoh peserta didik bahkan orang lain di sekitarnya.

1.       Guru yang Kompeten
Pada beberapa tahun belakangan, kita mengenal guru yang kompeten ini sebagai Guru Profesional. Menurut Suyatno (2008: 15 – 17), guru dengan predikat profesional ini memiliki 4 bidang kompetensi, yaitu: (a) Kompetensi Pedagogik; (b) Kompetensi Kepribadian; (c) Kompetensi Sosial; dan (d) Kompetensi Profesional. Keempat bidang kompetensi yang wajib dimiliki oleh seorang guru ini akan di bahas satu persatu.
a. Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik yang harus dimiliki seorang guru meliputi ;
1)    Pemahaman terhadap peserta didik, dengan indikator esensial,    memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif dan kepribadian dan mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik.
2)     Perancangan pembelajaran, dengan indikator esensial: memahami landasan kependidikan; menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.
3)       Pelaksanaan pembelajaran, dengan indikator esensial: menata latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
4)       Perancangan dan pelaksanaan evaluasi hasil belajar, dengan indikator esensial: merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan (mastery learning); dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.
5)    Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliknya, dengan indikator  esensial: memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.
b. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan personal yang mencerminkan
kepribadian yang mantap dan stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi
teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
1)  Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial: (a) bertindak sesuai dengan norma hukum; (b) bertindak sesuai dengan norma sosial; (c) bangga sebagai guru; (d) memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai norma.
2)   Kepribadian yang dewasa memiliki indikator esensial: (a) memiliki kemandirian dalam bertindak; dan (b) memiliki etos kerja sebagai guru.
3)   Kepribadian yang arif memiliki indikator esensial: (a) menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat; (b) menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
4)   Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator esensial: (a) memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik; dan (b) memiliki perilaku yang disegani.
5)   Berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator: (a) bertindak sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong); dan (b) memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
c.  Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik dan tenaga kependidikan, serta masyarakat sekitar.
d. Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya.
1)  Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi yang dipegangnya memiliki indikator esensial: (a) memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; (b) memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar; (c) memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; dan (d) menerapkan konsep-konsep keilmuan ke dalam kehidupan sehari-hari.
2)     Menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial: (a) menguasai langkah-langkah penelitian; dan (b) menguasai kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan atau materi bidang studinya.

Tentu saja tidak ada ruginya menjadi guru yang profesional atau kompeten dibidangnya. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 40 ayat 1 menyatakan hak-hak pendidik dan tenaga kependidikan, di antaranya: (a) penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai; (b) penghargaan sesuai tugas dan prestasi kerja; (c) perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual; hingga (d) kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.

2.       Kebiasaan Berpikir Reflektif
Menurut Arqom (2012), berpikir reflektif adalah berpikir untuk mengingat kembali terhadap apa yang sudah dilakukan dalam rangka melakukan instropeksi, refleksi dan spirit koreksi atas berbagai kualitas dan cara kerja yang sudah kita lakukan dalam kehidupan ini. Berpikir reflektif harus dijadikan kebiasaan karena sangat besar manfaatnya. Adapun manfaat berpikir reflektif yang berhubungan dengan pengembangan diri seorang guru misalnya:
a.    Berpikir reflektif memungkinkan guru untuk mengintrospeksi apa yang sudah dan belum dicapai. Dengan berpikir reflektif, seorang guru dapat mengetahui di posisi mana sekarang ia berada. Posisi yang dimaksud di sini adalah tingkat kompetensi yang dimilikinya bila dibandingkan secara normatif dengan guru lainnya, atau secara standar bila dibandingkan dengan standar kompetensi minimal yang harus dimiliki seorang guru profesional.  Adalah hal yang unik bahwa kadang-kadang seseorang baru menyadari bahwa langkah-langkah hidupnya tidak produktif, begitu ia menyempatkan diri berpikir reflektif dan mengevaluasi dirinya di suatu waktu misalnya di akhir pekan.
b.    Berpikir reflektif dapat menumbuhkan motivasi untuk memperbaiki diri menuju ke arah yang lebih baik. Tidak setiap orang merasa perlu memperbaiki diri. Karena itu, melalui proses berpikir reflektif dengan penyediaan waktu untuk merenung dan melihat ke belakang, lalu melihat hal-hal yang belum dikerjakan secara optimal di masa lalu maka muncullah motivasi untuk memperbaiki diri.
c.    Melalui proses berpikir reflektif seorang guru akan mengetahui potensi dan sumber daya yang dimilikinya. Setiap orang memiliki potensinya masing-masing. Potensi ini bersifat unik dengan kadar yang berbeda-beda. Bila seorang guru mengetahui potensi dan sumber daya apa yang dimilikinya, maka ia akan dapat memanfaatkannya secara maksimal untuk pengembangan kompetensinya. Mereka akan berkembang menjadi guru-guru yang profesional, kreatif dan inovatif dengan berbagai kelebihannya masing-masing.

3.       Prinsip Belajar Sepanjang Hayat
Aziz (2012: 160) menyebutkan bahwa orang-orang terpelajar adalah mereka yang telah melalui proses belajar dan terus belajar. Mereka tidak mau berhenti belajar kecuali nyawa telah hilang dari tubuh kasar mereka. Mereka pun tidak hanya belajar, tetapi juga mempraktikkan apa yang telah mereka pelajari dalam kehidupan mereka sehari-hari. Belajar sepanjang hayat dapat memberikan kesempatan belajar secara wajar dan luas kepada seorang guru sesuai dengan perbedaan minat, usia, dan kebutuhan belajar masing-masing (Hufad, 2010).
Belajar sepanjang hayat tidak dibatasi oleh waktu, tempat, sarana, media, dan sumber belajar. Guru dapat belajar setiap hari dari beragam sumber dengan tujuan memperoleh informasi yang mendukung pengembangan kompetensinya. Guru dapat belajar melalui seminar, pameran, forum ilmiah, tayangan televisi hingga film-film yang bermutu dan berkorelasi dengan profesinya.
Pada penerapan prinsip belajar sepanjang hayat, guru harus menjadikan membaca sebagai suatu kebiasaan sehari-hari sehingga menjadi budaya yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupannya. Mereka dapat membaca koran, buku, hingga menggali secara mandiri bahan bacaan dan informasi dari internet. Pada era informasi sekarang ini, guru harus selektif memilih bacaan. Ia harus dapat menyeimbangkan antara minat dan kebutuhannya.
Membaca saja tidaklah cukup. Guru harus mempunyai keterampilan menulis. Keterampilan ini dapat diperoleh guru secara alamiah melalui kebiasaan membaca dan latihan-latihan. Kebiasaan membaca akan membuat guru mengolah kembali informasi yang didapatnya saat membaca. Informasi yang telah diolah ini akan membantu guru memunculkan ide-ide baru.  Pada saat ide-ide baru ini muncul, maka guru akan merasa perlu untuk mengekspresikannya dalam bentuk tulisan. Guru dapat berlatih menuliskan ekspresinya di berbagai media. Saat ini terdapat beragam media untuk mempublikasikan tulisan dapat dipilih guru, mulai dari media cetak hingga media virtual seperti jejaring sosial facebook dan blog.

4.       Kreatif dan Inovatif
Menurut Woolfolk (1995), kreatif adalah sifat yang dimiliki seseorang yang berpikir imajinatif, orisinil, dengan tujuan untuk memecahkan masalah. Sedangkan inovatif adalah nilai kebaruan dan kemanfaatan dari suatu penerapan pemecahan masalah. Guru seringkali menemui berbagai kendala dalam melaksanakan pembelajaran di kelasnya atau tugas-tugas lainnya, misalnya karena keterbatasan sarana dan prasarana. Guru yang memiliki sifat kreatif dan inovatif tidak akan menganggap keterbatasan ini sebagai kendala yang berarti.
Dengan kreativitas dan kemampuan melakukan inovasinya, mereka akan mampu memecahkan masalah untuk mengatasi kendala-kendala tersebut. Pengembangan kreativitas dan inovasi dapat dilakukan guru melalui berbagai kegiatan, misalnya mengikuti berbagai workshop untuk meningkatkan kemampuannya dalam bidang-bidang tertentu yang berhubungan dengan profesinya. Selain itu guru juga dapat mengikuti berbagai kegiatan yang bersifat lomba kreativitas dan karya inovasi untuk guru. Saat ini cukup banyak lomba kreativitas dan inovasi yang diadakan untuk guru setiap tahunnya. Ikut serta dalam kegiatan yang bersifat lomba ini tujuan utamanya bukanlah menjadi juara, akan tetapi lebih kepada tujuan untuk memperluas wawasan, menambah pengetahuan dan keterampilan, serta mengasah daya kreativitas dan daya berinovasi yang dimilikinya.

5.       Motivasi Guru Berprestasi
Teori Maslow pada tahun 1954: 92 dalam Slavin (2009: 109) mengidentifikasi dua jenis kebutuhan yaitu: (1) kebutuhan kekurangan; dan (2) kebutuhan pertumbuhan. Hierarki Kebutuhan Maslow ditunjukkan oleh Gambar 1 berikut. Menurut Maslow, seseorang akan termotivasi untuk memuaskan kebutuhan pada bagian bawah hierarki sebelum berupaya memuaskan kebutuhan pada bagian atas. Bila kita cermati, kebutuhan fisiologis berupa makanan, minuman, pakaian merupakan kebutuhan dasar yang merupakan kebutuhan kekurangan yang harus dipenuhi. Tanpa terpenuhi kebutuhan fisiologis, maka seseorang bahkan tidak akan menganggap penting kebutuhan-kebutuhan lain yang berada di tingkat lebih atas.














Gambar 1.  Hierarki Kebutuhan Maslow.
Kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan tertinggi, dalam kaitannya dengan guru profesional, pencapaian sebagai “Guru Berprestasi” adalah salah satu bentuk aktualisasi diri (Sumber: Slavin, 2009). Seorang guru profesional tentu saja merupakan individu yang hampir dapat dikatakan berhasil memenuhi kebutuhan kekurangan yang meliputi kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamatan, kebutuhan hubungan dan cinta, dan kebutuhan harga diri. Selanjutnya, dengan kebiasaan berpikir reflektif dan prinsip belajar sepanjang hayat, ia akan mampu memenuhi kebutuhan pertumbuhan seperti kebutuhan untuk mengetahui dan memahami, bahkan juga kebutuhan estetik (rasa keindahan).
Pencapaian tertinggi oleh seorang guru profesional adalah mampu menjadi “Guru Berprestasi”. Kemampuan memenuhi kebutuhan aktualisasi diri ini akan mendatangkan rasa kebanggaan dan kebahagiaan yang sepantasnya mereka terima. Aktualisasi diri seorang guru profesional sebagai guru yang berprestasi akan nampak dalam perilakunya yang mensyukuri dan menerima keadaan dirinya sendiri dan juga orang lain, spontanitas, keterbukaan, hubungan akrab dengan orang lain tetapi tetap bersikap demokratis, kreatif, inovatif, memiliki sense of humor, dan kebebasan. Pada intinya, seorang guru berprestasi yang telah mampu memenuhi kebutuhan aktualisasi diri ini akan memiliki kesehatan yang prima secara psikologis. Oleh karena itu, bangga menjadi guru profesional yang berprestasi adalah hal sangat wajar, karena itu merupakan cermin kebahagiaan batin (psikologis).











Gambar 2. Guru dengan pengabdian yang tulus akan berkembang menjadi guru berprestasi.
Gambar  di atas menunjukkan guru yang memiliki rasa pengabdian yang tulus akan mampu meningkatkan diri menjadi guru profesional. Modal besar yang dimiliki ditambah dengan kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, dan kompetensi akademik yang diperoleh melalui refleksi diri, semangat sebagai pebelajar sepanjang hayat, kreatif, inovatif, dan memiliki motivasi yang besar menjadikan mereka mampu mencetak prestasi gemilang yang pantas dibanggakan. Prestasi ini tentu saja akan dihargai dengan pantas sebagaimana jaminan Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yaitu Pasal 36 ayat (1), yang berbunyi: “Guru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan.”







BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A.           KESIMPULAN

Beberapa hal yang dapat kita simpulkan dari paparan tulisan ini adalah sebagai berikut:
1.    Guru yang mempunyai rasa pengabdian yang tulus dalam melaksanakan tugasnya telah mempunyai modal yang sangat besar untuk berkembang menjadi guru yang profesional (kompeten).
2.      Guru yang mempunyai rasa pengabdian yang tulus dapat berkembang menjadi guru profesional apabila ia mempunyai kebiasaan berpikir reflektif dan prinsip hidup sebagai pebelajar sepanjang hayat, serta kreatif dan inovatif. Dengan berpikir reflektif, guru akan mengetahui posisi dan potensinya. Dengan prinsip hidup sebagai pebelajar sepanjang hayat, ia akan terus belajar sehingga memiliki kompetensi pedagogik, sosial, kepribadian, maupun profesional. Dengan sifat kreatif dan inovatif yang dimiliki, ia akan menjadi guru yang mampu mengatasi berbagai kendala dan masalah dalam melaksanakan tugasnya.
3.       Berdasarkan pemikiran Maslow tentang hierarki motivasi, guru profesional yang tercukupi kebutuhan-kebutuhannya akan mampu mengaktualisasikan diri untuk berkembang menjadi guru yang berprestasi dan bangga akan prestasi yang diraihnya dengan tetap memiliki karakter-karakter luhur.

B.            SARAN
Adapun saran-saran yang dapat diberikan agar guru dapat lebih termotivasi untuk melakukan tugasnya sebagai sebuah bentuk pengabdian dan mampu berkembang sebagai guru berprestasi adalah sebagai berikut:
1.       Apabila seseorang telah menentukan bahwa pilihan profesi yang akan dijalaninya adalah sebagai seorang guru, maka hendaklah ia benar-benar tulus untuk melaksanakan tugasnya sebagai sebuah pengabdian.
2.       Untuk mengembangkan diri menjadi guru yang profesional, hendaknya pengabdian tulus yang telah diberikan selalu diimbangi dengan kebiasaan berpikir reflektif, mempunyai prinsip hidup sebagai pebelajar sepanjang hayat yang selalu berusaha meningkatkan kompetensi diri di bidang pedagogik, sosial, kepribadian, dan profesional, dan mengasah kreativitas dan kemampuan berinovasi.
3.    Kepada pihak-pihak yang berwenang, hendaknya terus berupaya meningkatkan kesejahteraan guru agar segala kebutuhan-kebutuhan yang mereka perlukan dapat terpenuhi. Dengan tercukupinya kebutuhan-kebutuhan guru maka akan dapat memotivasi guru untuk mengaktualisasikan diri menjadi guru profesional yang bangga akan profesi dan prestasi yang diraihnya.





















DAFTAR PUSTAKA

Anonim (2011). Manusia dan Tanggung Jawab. Tersedia Online dihttp://iiam.blogdetik.com/2011/04/20/manusia-dan-tanggung-jawab/ diakses tanggal 22 April 2014.
Anonim (2013). Pedoman Pelaksanaan Pemilihan Guru Berprestasi Tahun 2014. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Arqom, Akhmad (2012). Agar Hidup Kita Semakin Berkualitas Berpikirlah Reflektif! Tersedia di http://www.masulum.com/2012/05/25/agar-hidup-kita-semakin-berkualitas-berpikirlah-reflektif/ diakses tanggal 22 April 2014..
Aziz, Amka Abdul (2012). Hati, Pusat Pendidikan Karakter (Melahirkan Bangsa Berakhlak Mulia). Klaten: Penerbit Cempaka Putih.
Hufad, Achmad., dkk. (2010). Studi Tentang Implementasi Program Belajar Sepanjang Hayat di Indonesia: Makalah disampaikan pada Seminar Internasional Pendidikan Luar Sekolah, yang Diselenggarakan oleh Prodi PLS-SPS-UPI Bandung tanggal 29 Nopember 2010. Tersedia di http://www.masulum.com. diakses tanggal 22 April 2014.
Slavin, Robert E. (2009). Psikologi Pendidikan, Edisi Ke Delapan, Cetakan Pertama. (Terjemahan). Jakarta: Penerbit Indeks.
Suparlan (2005). Menjadi Guru Efektif, Cetakan Pertama. Yogyakarta: Hikayat Publishing.
Suparlan (2006). Guru Sebagai Profesi, Cetakan Pertama. Yogyakarta: Hikayat Publishing.
Suyatno (2008). Panduan Sertifikasi Guru, Cetakan Kedua. Jakarta: Penerbit Indeks.
Woolfolk, Anita E. (1995). Educational Psychology – 6th Edition. Boston: Allyn and Bacon

Tidak ada komentar:

Posting Komentar