BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Saat ini profesi guru tengah banyak disorot oleh masyarakat kita dibanding
profesi lainnya. Di masyarakat luas, guru telah dianggap sebagai ujung tombak
proses pendidikan. Oleh karena itu, baik atau buruk kualitas pendidikan di
negeri ini selalu disangkutpautkan terutama dengan guru. Secara formal guru adalah seseorang yang
diangkat secara resmi oleh pemerintah atau lembaga swasta. Mereka diangkat
dengan sebuah surat keputusan yang memberikan tugas dan fungsi yang melekat
padanya di suatu lembaga atau jenjang pendidikan tertentu. Perjalanan sejarah karier guru yang ada di
sekitar kita tampaknya mempunyai jalur yang bervariasi. Tidak sedikit guru yang
kariernya dengan mudah melesat naik. Banyak guru kita saksikan sukses hingga
menjadi anggota dewan perwakilan rakyat, kepala dinas, bupati, walikota,
gubernur, atau bahkan mungkin menduduki jabatan-jabatan lain yang lebih tinggi.
Ada banyak guru yang sejak mulai menjadi guru telah menunjukkan optimisme yang
tinggi dalam berkarya. Guru-guru ini berkembang menjadi guru inti, instruktur,
hingga akhirnya dikirim belajar ke jenjang yang lebih tinggi bahkan tidak
sedikit yang dikirim ke luar negeri.
Sayangnya, banyak pula kenyataan di lapangan kita temui, guru-guru masih
mengalami berbagai kendala dalam mengembangkan diri dan kariernya. Kondisi
mereka cukup memprihatinkan. Mereka mengajar sambil terpaksa melakukan
pekerjaan lainnya untuk menutupi kebutuhan ekonomi. Mereka bahkan hampir tidak
mampu membiayai pendidikan anak-anak mereka sendiri. Tentu saja besaran gaji
bukanlah satu-satunya faktor yang berpengaruh terhadap kinerja profesional
guru. Ada banyak faktor lain seperti rasa pengabdian, kecintaan terhadap
profesi, kebiasaan melakukan refleksi diri, hingga semangat untuk terus belajar
sepanjang hayat juga mempengaruhi kinerja mereka. Akan tetapi kesejahteraan
tetap signifikan berdampak pada kualitas kinerja guru. Karena itu, sudah
sepantasnyalah guru-guru profesional yang kompeten dan berprestasi di bidangnya
layak mendapatkan apa yang seharusnya menjadi hak mereka.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dibuat sejumlah rumusan
masalah, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana pengabdian seorang
guru dapat membawanya menjadi guru profesional / guru yang kompeten?
2. Apa saja
yang selanjutnya harus dilakukan seorang guru yang telah memberikan
pengabdiannya sehingga ia dapat menjadi seorang guru profesional?
3. Bagaimana
hubungan motivasi pada diri guru profesional sehingga ia bisa menjadi seorang
guru yang berprestasi?
C. TUJUAN PENULISAN
Secara umum makalah ini bertujuan menjelaskan bahwa profesi guru adalah
sebuah pengabdian, yang pada gilirannya pengabdian tersebut akan mengantarkan
guru menjadi guru yang benar-benar profesional dan berprestasi.
Secara khusus makalah ini bertujuan untuk menjelaskan tentang hal-hal
berikut:
1. Pengabdian yang dilakukan oleh seorang guru dalam
kaitannya dengan pengembangan profesinya.
2. Hal-hal yang
selanjutnya harus dilakukan seorang guru yang telah memberikan pengabdiannya
sehingga dapat menjadi seorang guru profesional.
3. Hubungan
motivasi pada diri guru profesional sehingga ia bisa menjadi seorang guru yang
berprestasi.
D. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini antara lain
sebagai berikut:
1.
Menggugah guru yang membacanya untuk
mengabdikan diri secara tulus pada profesinya.
2. Menjadi
salah satu sarana untuk mengajak guru agar selalu meningkatkan kompetensinya sehingga
dapat menjadi guru yang profesional dan berprestasi.
3. Menjadi
sebuah wadah bagi penulis untuk menuangkan ide-ide yang dimilikinya sebagai salah
satu bentuk aktualisasi diri, perwujudan sebuah pengabdian dan kecintaan
terhadap profesi guru untuk dibagikan kepada pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
MENJADI GURU ADALAH SEBUAH PENGABDIAN
Banyak definisi yang telah dirumuskan oleh para ahli mengenai apa itu
‘guru’. Salah satunya seperti pendapat Suparlan, 2005: 12 yang menyebutkan
bahwa guru adalah orang yang tugasnya terkait dengan upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa dalam semua aspeknya, baik spiritual, emosional, fisikal,
intelektual, maupun aspek-aspek lainnya.
Jika kita menilik definisi di atas secara seksama maka kita akan menyadari
betapa mulianya tugas seorang guru. Ia adalah sosok yang mempunyai tugas yang
sangat penting, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Tugas ini bukan tugas yang
ringan, karena ‘mencerdaskan kehidupan bangsa’ di sini meliputi semua aspek kehidupan
di antaranya aspek spiritual, aspek emosional, aspek fisikal, aspek intelektual,
maupun aspek-aspek lainnya. Tugas penting dan tidak ringan tersebut umumnya
kita dapati di lapangan, telah dilakukan guru dengan penuh perasaan cinta,
tanggung jawab, dan keikhlasan. Mereka melakukan pekerjaannya sebagai bentuk
pengabdian kepada masyarakat, bangsa, dan negara. Guru melakukannya tanpa
paksaan dan tanpa tekanan rasa ketakutan. Apabila ada seorang guru yang
melakukan tugasnya bukan karena rasa pengabdian tetapi karena keterpaksaan atau
karena tekanan rasa ketakutan, maka guru itu sesungguhnya bukanlah seorang
‘guru’. Ia tidak akan dapat memberikan kontribusi bagi tujuan mulia pendidikan,
yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pengabdian seorang guru seringkali bukanlah hal yang mudah dilakukan.
Pengabdian seorang guru bahkan kadang-kadang harus diikuti dengan pengorbanan
besar. Banyak guru yang mengabdi di tempat-tempat yang terpencil: jauh di
puncak-puncak pegunungan, di pulau-pulau kecil di tengah lautan, hingga di
antara masyarakat yang masih terasing dari peradaban modern. Banyak guru yang
mengabdi di daerah-daerah rawan konflik yang tentu saja dapat membahayakan
keselamatan jiwanya dan keluarganya. Acapkali pula demi pengabdiannya, banyak
guru terpisah jauh dari keluarga karena harus tinggal di daerah-daerah yang
sarana tranpsortasi dan komunikasinya masih sangat sulit dan minim. Banyak guru
yang mengabdi tanpa terlalu memperhitungkan besaran gaji yang akan mereka
terima. Kita tahu, masih banyak guru-guru non-PNS yang gajinya bahkan sangat
jauh di bawah UMR (Upah Minimum Regional) buruh. Lalu, jika pilihan hidup untuk
mengabdi sebagai seorang guru bukanlah jalan yang mudah dan mulus untuk
dilalui, mengapa hingga sekarang masih banyak orang-orang yang melakukannya?
Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus kembali memahami makna sebuah
pengabdian.
Pilihan hidup menjadi seorang guru apabila dilakukan dengan tulus ikhlas
dan rasa cinta, maka akan membawa seseorang kepada kebahagiaan yang tentu tidak
dapat dinilai dengan materi. Inilah modal terbesar yang akan membawa seseorang
pada kesuksesan dalam menjalani profesi sebagai seorang guru: pengabdian.
Apabila seorang “guru” tidak memiliki rasa pengabdian yang tulus di dalam
dirinya, maka “guru” itu tidak akan dapat bertahan pada profesinya, dan ia
bukanlah seorang guru yang sebenarnya.
B.
GURU YANG KOMPETEN DAN BERPRESTASI
Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya dalam tulisan ini, bahwa guru yang
memiliki rasa pengabdian yang tulus di dalam dirinya, maka ia telah memiliki
modal terbesar untuk menjadi guru yang kompeten dan berprestasi. Pertanyaan
berikutnya adalah; Hal-hal apa sajakah yang harus dilakukan oleh seorang guru
yang telah mempunyai rasa pengabdian yang tulus ini agar ia dapat menjadi
seorang guru yang kompeten dan berprestasi? Modal dasar berupa rasa pengabdian
yang tulus apabila ditambah dengan kompetensi yang wajib dimiliki seorang guru
agar dapat melaksanakan tugas dan fungsinya akan membentuk guru yang kompeten.
Guru yang berkompeten adalah guru yang memiliki kompetensi-mutlak untuk
menjadi seorang guru. Kompetensi-kompetensi guru ini diperoleh melalui proses
belajar sepanjang hayat. Agar proses belajar sepanjang hayat yang dilakukan
guru dapat efektif, maka ia juga harus membiasakan diri berpikir reflektif.
Kebiasaan berpikir reflektif memungkinkan guru mengetahui potensi yang
dimilikinya untuk mengembangkan diri, selain juga mengetahui kompetensi yang
telah dan belum dimilikinya saat ini. Di samping itu, sifat kreatif dan
inovatif juga sangat penting dimiliki oleh seorang guru. Melalui sifat ini guru
akan menjadi uswah (teladan) yang pantas untuk dicontoh peserta didik bahkan orang
lain di sekitarnya.
1. Guru
yang Kompeten
Pada beberapa tahun belakangan, kita mengenal guru yang kompeten ini
sebagai Guru Profesional. Menurut Suyatno (2008: 15 – 17), guru dengan predikat
profesional ini memiliki 4 bidang kompetensi, yaitu: (a) Kompetensi Pedagogik;
(b) Kompetensi Kepribadian; (c) Kompetensi Sosial; dan (d) Kompetensi
Profesional. Keempat bidang kompetensi yang wajib dimiliki oleh seorang guru ini
akan di bahas satu persatu.
a. Kompetensi Pedagogik
Kompetensi
pedagogik yang harus dimiliki seorang guru meliputi ;
1)
Pemahaman terhadap peserta didik, dengan indikator esensial, memahami peserta didik dengan memanfaatkan
prinsip-prinsip perkembangan kognitif dan kepribadian dan mengidentifikasi
bekal-ajar awal peserta didik.
2) Perancangan pembelajaran, dengan indikator
esensial: memahami landasan kependidikan; menerapkan teori belajar dan
pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik
peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun
rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.
3)
Pelaksanaan pembelajaran, dengan
indikator esensial: menata latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan
pembelajaran yang kondusif.
4)
Perancangan dan pelaksanaan evaluasi
hasil belajar, dengan indikator esensial: merancang dan melaksanakan evaluasi
(assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai
metode; menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan
tingkat ketuntasan (mastery learning); dan memanfaatkan hasil penilaian
pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.
5)
Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimiliknya, dengan indikator esensial:
memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik; dan
memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.
b. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan personal yang
mencerminkan
kepribadian
yang mantap dan stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi
teladan bagi
peserta didik, dan berakhlak mulia.
1) Kepribadian
yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial: (a) bertindak sesuai dengan
norma hukum; (b) bertindak sesuai dengan norma sosial; (c) bangga sebagai guru;
(d) memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai norma.
2) Kepribadian
yang dewasa memiliki indikator esensial: (a) memiliki kemandirian dalam
bertindak; dan (b) memiliki etos kerja sebagai guru.
3) Kepribadian
yang arif memiliki indikator esensial: (a) menampilkan tindakan yang didasarkan
pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat; (b) menunjukkan
keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
4) Kepribadian
yang berwibawa memiliki indikator esensial: (a) memiliki perilaku yang
berpengaruh positif terhadap peserta didik; dan (b) memiliki perilaku yang
disegani.
5) Berakhlak
mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator: (a) bertindak sesuai dengan
norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong); dan (b) memiliki
perilaku yang diteladani peserta didik.
c. Kompetensi Sosial
Kompetensi
sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif
dengan peserta didik, sesama pendidik dan tenaga kependidikan, serta masyarakat
sekitar.
d. Kompetensi Profesional
Kompetensi
profesional adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam,
yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan
substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur
dan metodologi keilmuannya.
1) Menguasai substansi keilmuan yang terkait
dengan bidang studi yang dipegangnya memiliki indikator esensial: (a) memahami
materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; (b) memahami struktur, konsep dan
metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar; (c) memahami
hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; dan (d) menerapkan konsep-konsep
keilmuan ke dalam kehidupan sehari-hari.
2)
Menguasai struktur dan metode keilmuan
memiliki indikator esensial: (a) menguasai langkah-langkah penelitian; dan (b)
menguasai kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan atau materi bidang
studinya.
Tentu saja
tidak ada ruginya menjadi guru yang profesional atau kompeten dibidangnya.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal
40 ayat 1 menyatakan hak-hak pendidik dan tenaga kependidikan, di antaranya:
(a) penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai; (b)
penghargaan sesuai tugas dan prestasi kerja; (c) perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual; hingga (d) kesempatan
untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran
pelaksanaan tugas.
2. Kebiasaan Berpikir Reflektif
Menurut Arqom (2012), berpikir
reflektif adalah berpikir untuk mengingat kembali terhadap apa yang sudah
dilakukan dalam rangka melakukan instropeksi, refleksi dan spirit koreksi atas
berbagai kualitas dan cara kerja yang sudah kita lakukan dalam kehidupan ini. Berpikir
reflektif harus dijadikan kebiasaan karena sangat besar manfaatnya. Adapun
manfaat berpikir reflektif yang berhubungan dengan pengembangan diri seorang
guru misalnya:
a. Berpikir reflektif memungkinkan guru untuk
mengintrospeksi apa yang sudah dan belum dicapai. Dengan berpikir reflektif,
seorang guru dapat mengetahui di posisi mana sekarang ia berada. Posisi yang
dimaksud di sini adalah tingkat kompetensi yang dimilikinya bila dibandingkan
secara normatif dengan guru lainnya, atau secara standar bila dibandingkan
dengan standar kompetensi minimal yang harus dimiliki seorang guru
profesional. Adalah hal yang unik bahwa kadang-kadang seseorang baru
menyadari bahwa langkah-langkah hidupnya tidak produktif, begitu ia
menyempatkan diri berpikir reflektif dan mengevaluasi dirinya di suatu waktu
misalnya di akhir pekan.
b. Berpikir reflektif dapat menumbuhkan motivasi untuk
memperbaiki diri menuju ke arah yang lebih baik. Tidak setiap orang merasa
perlu memperbaiki diri. Karena itu, melalui proses berpikir reflektif dengan
penyediaan waktu untuk merenung dan melihat ke belakang, lalu melihat hal-hal
yang belum dikerjakan secara optimal di masa lalu maka muncullah motivasi untuk
memperbaiki diri.
c. Melalui proses berpikir reflektif seorang guru akan
mengetahui potensi dan sumber daya yang dimilikinya. Setiap orang memiliki
potensinya masing-masing. Potensi ini bersifat unik dengan kadar yang
berbeda-beda. Bila seorang guru mengetahui potensi dan sumber daya apa yang
dimilikinya, maka ia akan dapat memanfaatkannya secara maksimal untuk
pengembangan kompetensinya. Mereka akan berkembang menjadi guru-guru yang
profesional, kreatif dan inovatif dengan berbagai kelebihannya masing-masing.
3. Prinsip Belajar Sepanjang Hayat
Aziz (2012: 160) menyebutkan bahwa orang-orang terpelajar adalah mereka
yang telah melalui proses belajar dan terus belajar. Mereka tidak mau berhenti
belajar kecuali nyawa telah hilang dari tubuh kasar mereka. Mereka pun tidak
hanya belajar, tetapi juga mempraktikkan apa yang telah mereka pelajari dalam
kehidupan mereka sehari-hari. Belajar sepanjang hayat dapat memberikan
kesempatan belajar secara wajar dan luas kepada seorang guru sesuai dengan
perbedaan minat, usia, dan kebutuhan belajar masing-masing (Hufad, 2010).
Belajar sepanjang hayat tidak dibatasi oleh waktu, tempat, sarana, media,
dan sumber belajar. Guru dapat belajar setiap hari dari beragam sumber dengan
tujuan memperoleh informasi yang mendukung pengembangan kompetensinya. Guru
dapat belajar melalui seminar, pameran, forum ilmiah, tayangan televisi hingga
film-film yang bermutu dan berkorelasi dengan profesinya.
Pada penerapan prinsip belajar sepanjang hayat, guru harus menjadikan membaca sebagai suatu kebiasaan sehari-hari sehingga menjadi budaya yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupannya. Mereka dapat membaca koran, buku, hingga menggali secara mandiri bahan bacaan dan informasi dari internet. Pada era informasi sekarang ini, guru harus selektif memilih bacaan. Ia harus dapat menyeimbangkan antara minat dan kebutuhannya.
Pada penerapan prinsip belajar sepanjang hayat, guru harus menjadikan membaca sebagai suatu kebiasaan sehari-hari sehingga menjadi budaya yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupannya. Mereka dapat membaca koran, buku, hingga menggali secara mandiri bahan bacaan dan informasi dari internet. Pada era informasi sekarang ini, guru harus selektif memilih bacaan. Ia harus dapat menyeimbangkan antara minat dan kebutuhannya.
Membaca saja tidaklah cukup. Guru harus mempunyai keterampilan menulis.
Keterampilan ini dapat diperoleh guru secara alamiah melalui kebiasaan membaca
dan latihan-latihan. Kebiasaan membaca akan membuat guru mengolah kembali
informasi yang didapatnya saat membaca. Informasi yang telah diolah ini akan
membantu guru memunculkan ide-ide baru. Pada saat ide-ide baru ini
muncul, maka guru akan merasa perlu untuk mengekspresikannya dalam bentuk
tulisan. Guru dapat berlatih menuliskan ekspresinya di berbagai media. Saat ini
terdapat beragam media untuk mempublikasikan tulisan dapat dipilih guru, mulai
dari media cetak hingga media virtual seperti jejaring sosial facebook dan
blog.
4. Kreatif dan Inovatif
Menurut Woolfolk (1995), kreatif adalah sifat yang dimiliki seseorang yang
berpikir imajinatif, orisinil, dengan tujuan untuk memecahkan masalah.
Sedangkan inovatif adalah nilai kebaruan dan kemanfaatan dari suatu penerapan
pemecahan masalah. Guru seringkali menemui berbagai kendala dalam melaksanakan
pembelajaran di kelasnya atau tugas-tugas lainnya, misalnya karena keterbatasan
sarana dan prasarana. Guru yang memiliki sifat kreatif dan inovatif tidak akan
menganggap keterbatasan ini sebagai kendala yang berarti.
Dengan kreativitas dan kemampuan melakukan inovasinya, mereka akan mampu
memecahkan masalah untuk mengatasi kendala-kendala tersebut. Pengembangan
kreativitas dan inovasi dapat dilakukan guru melalui berbagai kegiatan,
misalnya mengikuti berbagai workshop untuk meningkatkan kemampuannya dalam
bidang-bidang tertentu yang berhubungan dengan profesinya. Selain itu guru juga
dapat mengikuti berbagai kegiatan yang bersifat lomba kreativitas dan karya
inovasi untuk guru. Saat ini cukup banyak lomba kreativitas dan inovasi yang
diadakan untuk guru setiap tahunnya. Ikut serta dalam kegiatan yang bersifat
lomba ini tujuan utamanya bukanlah menjadi juara, akan tetapi lebih kepada
tujuan untuk memperluas wawasan, menambah pengetahuan dan keterampilan, serta
mengasah daya kreativitas dan daya berinovasi yang dimilikinya.
5. Motivasi Guru Berprestasi
Teori Maslow pada tahun 1954: 92 dalam Slavin (2009: 109) mengidentifikasi
dua jenis kebutuhan yaitu: (1) kebutuhan kekurangan; dan (2) kebutuhan
pertumbuhan. Hierarki Kebutuhan Maslow ditunjukkan oleh Gambar 1 berikut. Menurut
Maslow, seseorang akan termotivasi untuk memuaskan kebutuhan pada bagian bawah
hierarki sebelum berupaya memuaskan kebutuhan pada bagian atas. Bila kita
cermati, kebutuhan fisiologis berupa makanan, minuman, pakaian merupakan
kebutuhan dasar yang merupakan kebutuhan kekurangan yang harus dipenuhi. Tanpa
terpenuhi kebutuhan fisiologis, maka seseorang bahkan tidak akan menganggap
penting kebutuhan-kebutuhan lain yang berada di tingkat lebih atas.
Gambar 1. Hierarki Kebutuhan Maslow.
Kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan tertinggi, dalam kaitannya
dengan guru profesional, pencapaian sebagai “Guru Berprestasi” adalah salah
satu bentuk aktualisasi diri (Sumber: Slavin, 2009). Seorang guru profesional
tentu saja merupakan individu yang hampir dapat dikatakan berhasil memenuhi
kebutuhan kekurangan yang meliputi kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamatan,
kebutuhan hubungan dan cinta, dan kebutuhan harga diri. Selanjutnya, dengan
kebiasaan berpikir reflektif dan prinsip belajar sepanjang hayat, ia akan mampu
memenuhi kebutuhan pertumbuhan seperti kebutuhan untuk mengetahui dan memahami,
bahkan juga kebutuhan estetik (rasa keindahan).
Pencapaian tertinggi oleh seorang guru profesional adalah mampu menjadi
“Guru Berprestasi”. Kemampuan memenuhi kebutuhan aktualisasi diri ini akan
mendatangkan rasa kebanggaan dan kebahagiaan yang sepantasnya mereka terima. Aktualisasi
diri seorang guru profesional sebagai guru yang berprestasi akan nampak dalam
perilakunya yang mensyukuri dan menerima keadaan dirinya sendiri dan juga orang
lain, spontanitas, keterbukaan, hubungan akrab dengan orang lain tetapi tetap
bersikap demokratis, kreatif, inovatif, memiliki sense of humor, dan kebebasan.
Pada intinya, seorang guru berprestasi yang telah mampu memenuhi kebutuhan
aktualisasi diri ini akan memiliki kesehatan yang prima secara psikologis. Oleh
karena itu, bangga menjadi guru profesional yang berprestasi adalah hal sangat
wajar, karena itu merupakan cermin kebahagiaan batin (psikologis).
Gambar 2. Guru dengan pengabdian yang tulus akan berkembang menjadi guru
berprestasi.
Gambar di atas menunjukkan guru yang
memiliki rasa pengabdian yang tulus akan mampu meningkatkan diri menjadi guru
profesional. Modal besar yang dimiliki ditambah dengan kompetensi pedagogik,
kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, dan kompetensi akademik yang
diperoleh melalui refleksi diri, semangat sebagai pebelajar sepanjang hayat,
kreatif, inovatif, dan memiliki motivasi yang besar menjadikan mereka mampu
mencetak prestasi gemilang yang pantas dibanggakan. Prestasi ini tentu saja
akan dihargai dengan pantas sebagaimana jaminan Undang-Undang No. 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, yaitu Pasal 36 ayat (1), yang berbunyi: “Guru yang
berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak
memperoleh penghargaan.”
BAB III
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
KESIMPULAN
Beberapa hal yang dapat kita simpulkan dari paparan tulisan ini adalah
sebagai berikut:
1. Guru yang mempunyai rasa pengabdian yang tulus dalam
melaksanakan tugasnya telah mempunyai modal yang sangat besar untuk berkembang
menjadi guru yang profesional (kompeten).
2. Guru yang
mempunyai rasa pengabdian yang tulus dapat berkembang menjadi guru profesional
apabila ia mempunyai kebiasaan berpikir reflektif dan prinsip hidup sebagai pebelajar
sepanjang hayat, serta kreatif dan inovatif. Dengan berpikir reflektif, guru
akan mengetahui posisi dan potensinya. Dengan prinsip hidup sebagai pebelajar
sepanjang hayat, ia akan terus belajar sehingga memiliki kompetensi pedagogik,
sosial, kepribadian, maupun profesional. Dengan sifat kreatif dan inovatif yang
dimiliki, ia akan menjadi guru yang mampu mengatasi berbagai kendala dan masalah
dalam melaksanakan tugasnya.
3. Berdasarkan
pemikiran Maslow tentang hierarki motivasi, guru profesional yang tercukupi
kebutuhan-kebutuhannya akan mampu mengaktualisasikan diri untuk berkembang
menjadi guru yang berprestasi dan bangga akan prestasi yang diraihnya dengan
tetap memiliki karakter-karakter luhur.
B.
SARAN
Adapun saran-saran yang dapat diberikan agar guru dapat lebih termotivasi
untuk melakukan tugasnya sebagai sebuah bentuk pengabdian dan mampu berkembang
sebagai guru berprestasi adalah sebagai berikut:
1. Apabila
seseorang telah menentukan bahwa pilihan profesi yang akan dijalaninya adalah
sebagai seorang guru, maka hendaklah ia benar-benar tulus untuk melaksanakan
tugasnya sebagai sebuah pengabdian.
2. Untuk
mengembangkan diri menjadi guru yang profesional, hendaknya pengabdian tulus
yang telah diberikan selalu diimbangi dengan kebiasaan berpikir reflektif,
mempunyai prinsip hidup sebagai pebelajar sepanjang hayat yang selalu berusaha
meningkatkan kompetensi diri di bidang pedagogik, sosial, kepribadian, dan
profesional, dan mengasah kreativitas dan kemampuan berinovasi.
3. Kepada pihak-pihak yang berwenang, hendaknya terus
berupaya meningkatkan kesejahteraan guru agar segala kebutuhan-kebutuhan yang
mereka perlukan dapat terpenuhi. Dengan tercukupinya kebutuhan-kebutuhan guru
maka akan dapat memotivasi guru untuk mengaktualisasikan diri menjadi guru
profesional yang bangga akan profesi dan prestasi yang diraihnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim (2011). Manusia dan Tanggung
Jawab. Tersedia Online dihttp://iiam.blogdetik.com/2011/04/20/manusia-dan-tanggung-jawab/
diakses tanggal 22 April 2014.
Anonim (2013). Pedoman Pelaksanaan
Pemilihan Guru Berprestasi Tahun 2014.
Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan
dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Arqom, Akhmad (2012). Agar Hidup Kita
Semakin Berkualitas Berpikirlah Reflektif! Tersedia di
http://www.masulum.com/2012/05/25/agar-hidup-kita-semakin-berkualitas-berpikirlah-reflektif/
diakses tanggal 22 April 2014..
Aziz, Amka Abdul (2012). Hati, Pusat
Pendidikan Karakter (Melahirkan Bangsa Berakhlak Mulia). Klaten: Penerbit
Cempaka Putih.
Hufad, Achmad., dkk. (2010). Studi
Tentang Implementasi Program Belajar Sepanjang Hayat di Indonesia: Makalah
disampaikan pada Seminar Internasional Pendidikan Luar Sekolah, yang
Diselenggarakan oleh Prodi PLS-SPS-UPI Bandung tanggal 29 Nopember 2010. Tersedia
di http://www.masulum.com. diakses tanggal 22 April 2014.
Slavin, Robert E. (2009). Psikologi
Pendidikan, Edisi Ke Delapan, Cetakan Pertama. (Terjemahan). Jakarta:
Penerbit Indeks.
Suparlan (2005). Menjadi Guru
Efektif, Cetakan Pertama. Yogyakarta: Hikayat Publishing.
Suparlan (2006). Guru Sebagai Profesi,
Cetakan Pertama. Yogyakarta: Hikayat Publishing.
Suyatno (2008). Panduan Sertifikasi
Guru, Cetakan Kedua. Jakarta: Penerbit Indeks.
Woolfolk, Anita E. (1995). Educational
Psychology – 6th Edition. Boston: Allyn and Bacon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar